Disrupsi Teknologi
Disrupsi teknologi adalah fenomena terjadinya inovasi teknologi (inovasi disruptif) yang menyebabkan perubahan besar pada tatanan dan sistem menjadi cara-cara baru. Bagi yang tetap menggunakan cara lama akan terkena dampak disrupsi. Salah satu dampaknya yaitu tidak mampu bersaing dengan mereka yang sudah berinovasi dengan cara baru.
Banyak orang berpendapat bahwa sejak 2020 kita berada dalam era disrupsi teknologi yang dahsyat. Pandemi COVID-19 menyebabkan adanya pelibatan teknologi besar-besaran dalam berbagai sektor seperti pendidikan, kesehatan, bisnis, dll. Pelaku bisnis penerbit buku juga terkena dampak disrupsi ini. Mereka harus beradaptasi dengan inovasi teknologi agar tidak ditinggalkan.
Kisah Amazon Hadapi Disrupsi Teknologi
Jeff Bezos, CEO perusahaan Amazon, pernah berkata, “You don’t want to be Kodak.” Pernyataan “Kamu tidak ingin menjadi Kodak” ini mengacu pada perusahaan raksasa fotografi yang kini tergilas oleh perkembangan teknologi. Ia meyakini bahwa perusahaan yang tidak mau beradaptasi dengan kebutuhan konsumen dan perkembangan teknologi akan mengalami kehancuran. Ternyata pernyataan Jeff itu lahir dari sebuah tantangan dalam pertemuan dengan sajian dua piring sushi.
Dikutip dari sebuah buku berjudul “Working Backwards: Insights, Stories, and Secrets from Inside Amazon”, pada tahun 2003 Jeff dan beberapa rekannya dari Amazon diundang oleh Steve Jobs, leader perusahaan Apple saat itu. Dalam pertemuan santai yang diawali dengan obrolan tentang industri musik sambil menikmati sushi, Jobs mengumumkan sesuatu. Apple telah meluncurkan aplikasi Windows pertamanya yaitu iTunes. Dengan aplikasi ini siapapun bisa membeli musik digital dari Apple tanpa harus memiliki Mac. Jobs pun melanjutkan bahwa CD yang banyak dijual di Amazon selanjutnya akan menjadi format musik usang seperti kaset, namun tetap menjadi peluang bisnis sebagai barang antik.
Jeff yang merasa tersinggung saat itu justru menjadikan hal ini sebagai motivasi. Ia menyadari bahwa teknologi bisa menjadi disrupsi. Perkembangan teknologi mengubah kebutuhan dan gaya hidup konsumen. Perusahaan harus mampu beradaptasi dan melakukan inovasi jika tidak ingin ditinggalkan.
Jeff menginginkan inovasi orisinil yang benar-benar memberikan value kepada konsumen Amazon. Tapi ternyata tidak mudah. Selama empat tahun setelah pertemuan itu Jeff bersama tim dan juga termasuk Jobs terus berdiskusi. Hingga pada tahun 2007 Kindle resmi diluncurkan dan habis terjual dalam waktu kurang dari enam jam.
Amazon yang awalnya merupakan e-commerce dengan fokus penjualan buku-buku cetak secara online berinovasi dengan Kindle. Kindle merupakan e-reader berbentuk tablet yang memungkinkan konsumen menyimpan semua e-book dalam satu perangkat dan juga membeli buku, majalah, maupun surat kabar melalui Kindle Store dengan harga yang murah. Salah satu keunikannya adalah tidak adanya distraksi karena gadget ini dikhususkan untuk membaca buku.
Semenjak Kindle diluncurkan, penjualan buku di Amerika Serikat mengalami kenaikan penjualan e-book hingga tiga digit pada tahun 2013. Perkembangan teknologi yang telah mengubah gaya baca masyarakat membuat Kindle menjadi solusi kebutuhan mereka. Keputusan Amazon melakukan inovasi terbukti membuatnya semakin berkembang tanpa tergerus disrupsi teknologi.
Disrupsi Edutech dalam Industri Penerbitan Buku
Amazon telah melakukan langkah tepat dan cepat sehingga terhindar dari gilasan disrupsi teknologi. Tapi ternyata peluncuran Kindle oleh Amazone juga menjadi disrupsi bagi banyak toko buku dan penerbit. Dalam sebuah jurnal berjudul E-Books: A Tale of Digital Disruption dijelaskan bahwa kehadiran Amazone dalam dunia penerbitan buku ini diduga menjadi penyebab bangkrutnya toko-toko buku yang ada. Mereka yang tidak mau berinovasi merasa terancam akan terdampak disrupsi.
Disrupsi teknologi memang menyerang berbagai sektor bisnis termasuk penerbitan buku di Indonesia. Ketua Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) mengungkapkan jumlah toko buku di Indonesia yang pada tahun 2005 lalu mencapai 5000 hanya tersisa 1000 saja pada 2015. Jumlah itu terus menurun karena beralihnya minat masyarakat ke e-book. Menurutnya, penerbit buku konvensional harus berani mengubah pola pikir agar tidak mengalami kebangkrutan karena biaya penerbitan yang semakin mahal sementara penjualan menurun.
Realitanya, banyak toko dan penerbit buku yang hari ini gulung tikar. Salah satunya adalah toko buku Gunung Agung yang berada di bawah PT GA Tiga Belas. Toko dan penerbit buku legend yang berdiri sejak 1953 ini akan menutup semua toko yang tersisa di akhir tahun 2023 karena kerugian operasional perbulan yang semakin besar.
Disrupsi teknologi terbukti mampu merobohkan penerbit yang sudah bertahan puluhan tahun. Oleh karena itu merambah produk digital bukanlah lagi sebuah pilihan melainkan keharusan. Salah satu contoh seperti penerbit Gramedia yang menjual bukunya secara offline maupun online dan telah menyediakan 12.000 judul ebook yang dapat dinikmati oleh pelanggannya.
Tantangan dan Peluang Edutech Bagi Penerbit Buku Pelajaran
Banyak toko dan penerbit buku-buku pelajaran juga mengalami kebangkrutan. Penyebabnya adalah perkembangan edutech yang membuat siswa lebih nyaman scrolling ebook pada gadgetnya daripada membuka halaman buku cetak. Siswa juga lebih tertarik pada audiobook dan videobook yang membuat mereka bisa memahami konten tanpa harus membacanya sendiri.
Dalam tantangan tersebut, sebenarnya penerbit buku pelajaran memiliki peluang untuk berinovasi sehingga bisa mempertahankan dan bahkan mengembangkan bisnisnya. Peluang tersebut diantaranya adalah:
Penerbit dapat mengembangkan produksi untuk menerbitkan audiobook dan videobook yang lebih menarik minat siswa.
Penerbit buku pelajaran telah memiliki relasi sekolah-sekolah yang memudahkan proses marketing.
Penerbit buku pelajaran sudah memiliki banyak konten sehingga bisa memanfaatkan tren edutech yaitu cloud-based infrastructure seperti LMS untuk menambah nilai jual produk.
Untuk mewujudkan peluang-peluang tersebut, penerbit tentu membutuhkan waktu dan biaya yang harus dibayarkan. Terkadang hal ini menjadi kendala sehingga penerbit menunda inovasinya. Namun, partnership atau kerjasama dengan pihak lain bisa menjadi pilihan. Katalis.App adalah aplikasi Learning Management System (LMS) berbasis Open edX yang siap berpartner dengan Anda dalam menghadapi disrupsi edutech.
Katalis.app memiliki pengalaman bekerja sama dengan penerbit untuk mendigitalkan konten/buku-buku dengan go to market yang cepat tanpa investasi besar di awal dan tanpa kerumitan teknis. Hubungi kami di sini untuk diskusi lebih lanjut.
0 Comments
Leave A Comment